Petambak Garam di Pati Menjerit

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pati, Edy Martanto (empat dari kiri) usai menandatangani kesepakatan pembelian garam para petani dengan PT Garam, koperasi dan beberapa pengusaha, di aula DKP setempat, Kamis (29/8) kemarin.(Foto:SN/dok-dkp-aed)


SAMIN-NEWS.COM  PATI – Pada puncak kemarau seperti sekarang seharusnya para petambak garam di mana saja, terutama di Kabupaten Pati berharap jerih payahnya membuahkan hasil maksimal tidak hanya dari sisi produksi yang melimpah, tapi juga harga yang benar-benar layak. Namun kenyataan mereka justru menjerit karena tidak mempunyai posisi tawar yang menguntungkan, melainkan kebalikannya.
Kondisi seperti itu akan terus berlanjut bulan berikitnya dan bahkan sampai Oktober mendatang, sehingga mereka benar-benar membutuhkan uluran tangan dari pihak yang mempunyai kepedulian. Sebab, para petambak garam di Pati yang mempunyai areal di kawasan pesisir mulai dari Kecamatan Trangkil, Wedarijaksa, Juwana hingga Kecamatan Batangan tersebut sebagai penyangga kebutuhan stok garam nasional.
Akan tetapi, dalam puncak produksi seperti sekarang yang mereka alami benar-benar tidak mempunyai posisi harga jual di pasar secara maksimal. Bahkan ada di antara mereka yang bertanya-tanya, apakah salah satu faktor penyebabnya adalah adanya dua tumpukan garam yang menggunung, di Desa Langgenharjo, Kecamatan Juwana?
Untuk menguarai permasalahan tersebut, pihak berkompeten di Pati, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Kamis (29/8) kemarin  mengundang beberapa pihak agar bisa melakukan penyerapan  garam hasil produksi para petambak dengan membentuk tim. Selain DKP masuk di dalamnya PT Garam, perwakilan Koperasi Mutiara Laut Mandiri dan beberapa kopertasi ainnya, serta petambak garam.
Hal tersebut benar-benar sangat mendesak untuk dilakukan, karena para petani mulai enggan untuk memanen produksi garamnya. Sebab di bawah sengatan terik matahari kemaru kalau terpaksa harus menggaruk garam di lahannya, hasil penjualannya sehari bekerja tersebut tak lebih dari Rp 70.000, masih ditambah biaya operasional jelas hasil itu masih jauh dari kata cukup.
Ditambahkan, memang benar di awal Tahun 2019 harga jual garam para petambak saat itu masih mencapai Rp 1.000 per kilogram, tapi belakangan terus mengalami penurunan hingga sekarang. Untuk harga di lahan  tambak garam kualitas (KW) 3 saat ini hanya Rp 250 – Rp 300 per kiologram, KW 2 Rp 300 – Rp 350 per kilogram, dan KW 1 Rp 350 – Rp 400 per kilogram.

Menjawab pertanyaan, Edy Martanto membenarkan, sehingga pihaknya harus mengambil langkah agar para petambak garam tidak semakin terpuruk nasibnya. Karena itu, untuk PT Garam ada kesepakatan untuk menyerap garam rakyat di Kabupaten Pati saat puncak musim panenan ini untuk KW 2 dengan kuota sebanyak 4.100 ton.

Penyerapan dengan kuota tersebut memang tidak seberapa dibanding potensi produksi garan di Kabupaten Pati, tapi minimal hal itu merupakan terobosan untuk mendorong agar para petambak garam kembali bersemangat untuk berproduksi. Selain itu, pihaknya juga menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar untuk ikut menyerap garam rakyat.

Di antaranya PT Unichem untuk menyerap garam KW 3 dan PT Susanti Megah untuk garam KW 1. ”Harapan kami agar IKM-IKM yang ada dan perusahaan besar lainnya yang ada di Kabupaten Pati juga segera menyusul melakukan penyerap garam rakyat di Kabupaten Pati, dan tidak menyerap maupun megambil garam dari daerah lain karena produksi garam rakyat di daerah sendiri mengalami surplus,”tandasnya.(sn)

About Post Author

Redaksi Samin News

Seputar Informasi Masyarakat Independen
Previous post GUGATAN PMH BISA DILAKUKAN WARGA YANG MERASA PUNYA LEGAL STANDING KARENA DAMPAK PELAKSANAAN PROYEK.
Next post Wakil Bupati Saiful Arifin; Importir Garam Harus Jaga Keseimbangan Antara Impor dan Serapan
Social profiles