Tradisi Prasah Masyarakat Desa Sidi Gede Welahan Jepara, Oleh: Sania Kumala Fitri

SAMIN-NEWS.com, Indonesia adalah negara yang bersemboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Indonesia memiliki banyak sekali keanekaragaman dari mulai suku, ras, budaya, bahasa, hingga kepercayaan. Akan tetapi, keanekaragaman tersebut tak jadi penghalang untuk bersatu. Dan untuk contoh kecilnya dari keanekaragaman dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika dapat kita lihat dari adanya tradisi-tradisi atau adat istiadat di daerah atau desa sekeliling kita yang berbeda antara desa satu dengan desa lainnya. Sehingga perbedaan tradisi tersebut dapat dijadikan sebagai ciri khas dari setiap daerah masing-masing.

Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” mempunyai dua konsep yang berbeda. Yaitu konsep “Bhinneka” yang artinya mengakui adanya keanekaan atau keragaman, sedangkan konsep “Tinggal Ika” mempunyai arti keinginan adanya kesatuan ( MF Rahman, 2020).

Salah satu contoh dari keanekaragaman tradisi budaya yaitu ada di desa Sidi Gede kecamatan Welahan Kabupaten Jepara. Di desa Sidi Gede tersebut terdapat satu tradisi yang dikenal dengan sebutan “Prasah”. Prasah adalah suatu tradisi yang sudah turun temurun di desa Sidi Gede, yaitu pemberian mas kawin oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Namun mas kawin yang diberikan bukan berupa emas maupun uang melainkan seekor kerbau. Kerbau tersebut diarak keliling desa mulai dari kediaman si mempelai pria menuju kediaman mempelai wanita. Dalam tradisi tersebut kerbau akan diikat dengan tali dibeberapa sisi dan orang-orang yang memegang tali kerbau tersebut biasa disebut dengan tukang bracut, lalu sesepuh desa akan membacakan sebuah mantra agar kerbau tersebut stress dan hilang kendali. Dan para warga mulai dari anak kecil sampai dewasa akan melakukan berbagai cara misalnya seperti melemparkan petasan ke kerbau, bersorak-sorak, melemparkan kerikil ke kerbau, dan lainnya agar kerbau tersebut mengamuk selama diarak menuju kediaman wanita. Dan sesampainya di kediaman mempelai wanita kerbau tersebut akan dibacakan mantra lagi oleh sesepuh desa supaya kerbau itu menjadi tenang seperti semula. Banyak yang mengatakan bahwa tradisi prasah terinspirasi dari kisah joko tingkir yang menaklukkan kerbau sebagai persyaratan dan bukti cintanya pada sang putri kerajaan Demak” (Informan, MF, 3 Juni 2023).

Namun, di desa Sidi Gede tersebut sudah jarang akan adanya prasah dikarenakan semakin tinggi harga kerbau. Sehingga tradisi prasah sekarang hanya dilaksanakan dikalangan orang-orang mampu saja.

Dengan demikian, adanya suatu tradisi budaya dalam suatu daerah dapat juga sebagai cara untuk mempererat silaturahmi antar sesama, dan juga dapat meningkatkan toleransi antar sesama. Jadi tugas kita adalah harus bisa menghargai adanya suatu perbedaan yang ada di negara kita.

Selain hal tersebut, tradisi prasah ini juga memiliki sebuah makna yaitu “Ngajeni uwong, ben sok anake diajeni” yang artinya peduli sama orang, agar anak kita nanti dibalas juga dengan kepedulian. Dengan pemberian kerbau tersebut adalah tanda dari menghargai orang dengan baik.

Penulis
Sania Kumala Fitri
Mahasiswa IAIN Kudus
Jurusan Bimbingan Dan Konseling Islam

About Post Author

Redaksi Samin News

Seputar Informasi Masyarakat Independen
Ketua MWC NU Margorejo, Mahfud saat memberikan keterangan kepada wartawan saat pembongkaran warung di Margorejo, kemarin Previous post MWC NU Margorejo Sebut Kos-kosan di Wilayah STAIP Jadi Tempat Prostitusi Open BO
Next post E-Koran Samin News Edisi 13 Juni 2023
Social profiles