Ya, Sejarah Memang Selalu Ditulis oleh Pemenang

HISTORY has been writen by the victors, atau yang berarti “sejarah selalu ditulis oleh para pemenang” merupakan adagium yang konon pertama diungkapkan oleh Winston Chruchil adalah yang paling mendominasi dalam hal pernyataan modern dan post modern mengenai natur dari sebuah sejarah.

Hal ini sepertinya memang begitu tepat dan berlaku di seluruh penjuru negeri. Dalam catatan lokal, tentu banyak sekali peristiwa di masa lalu yang perlahan mulai terbaca polanya. seperti dominasi penguasa yang begitu tampak menan­capkan pengaruhnya dengan menuliskan catatan sejarah berdasarkan sudut pan­dangnya dalam tradegi 1965, G-30S yang tersohor itu.

Sebenarnya dari adagium tersebut tentu kita sudah bisa menyimpulkan bagaimana ungkapan tersebut berasal. Ia begitu kental dengan teriakan dan keresahan akan kekelahan yang mereka alami.

Ya, sejarah itu memang tak pernah utuh dan selalu ada fragmen-fragmen yang hilang bahkan diganti dengan apa yang punya kuasa inginkan. Sejarah itu realitas di masa lalu, di dalamnya tentu ada kejadian-kejadian yang begitu similar dengan masa sekarang.
Pertikaian, persatuan, kebahagiaan dan sederet kisah pilu tentu ada di dalamnya. Layaknya sebagai sebuah realitas, dimana tiap-tiap kejadian ada, dan diceritakan dalam bentuk buku ataupun dari mulut ke mulut, tak akan bisa utuh secara keseluruhan.

Ketika seseorang dihadapkan pada realitas, untuk kemudian ditulis atau diceritakan, bagi Albert Camus, maka ia sedang melakukan penghitungan pada sesuatu yang tanpa batas. Dengan kata lain, kita harus bisa menceritakan setiap sudut tanpa melewatkan sedikitpun setiap titik dari tiap kejadian dalam realitas tersebut. Maka, bagi Albert Camus, ketika seseorang berkata telah menceritakan sesuatu sesuai realitas yang ada, itu sangat yang absurd.

“Dengan menulis, maka kita tentu sudah melakukan pemilihan-pemilihan terhadap realitas. Dimana pasti terjadi pengebirian terhadap realitas itu sendiri. Sama halnya dengan sejarah, yang di dalamnya mengandung realitas-realitas, maka tentu saja, selain tidak utuh ketika ditulis maupun diceritakan, sejarah juga belum tentu diceritakan dengan benar. Bisa saja ada kepentingan yang bermain di dalamnya,” kata Camus.

Di masa kecil, kita tentu meyakini bahwa sejarah yang kita baca dan terdapat pada buku-buku sekolah selalu mutlak kebenarannya. Berbagai cerita di dalamnya tentu seolah akan membuai kita dengan berbagai perspektif hitam dan putih, benar dan buruk dalam sebuah konteks peristiwa.

Padahal jelas apapun jenis karya tulis itu, pasti secara langsung juga akan memberikan cetak biru siapa yang menuliskannya. Dalam konteks sejarah, intrik dan berbagai tendensi tentu juga akan melekat pada sejarah yang tertulis.

Dalam buku M.C Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, disana diceritakan bagaimana awal mulanya Bangsa Portugis datang ke Nusantara, yang dulunya belum bersatu, sampai akhirnya juga mengundang Bangsa Belanda melalui Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) untuk kemudian menjajah Indonesia.

Jika kita bisa menafsirkan sejarah penjajahan tersebut dengan lebih objektif, Belanda melalui organisasi atau perusahan VOC, tidak secara serta merta datang melakukan pendudukan. Ada yang ditawarkan oleh pihak belanda sebelum menanamkan ekspansinya, yaitu kerjasama dan perjanjian politik.

Dalam buku itu, juga dikisahkan bagaimana di masa itu, dimana dalam kerajaan-kerajaan nusantara, yang tentu saja belum bersatu, dipenuhi orang-orang yang haus kekuasaan. Pihak VOC sangat bisa membaca situasi itu lalu memanfaatkannya.

Pada mulanya adalah perniagaan, lalu berubah menjadi penundukkan dan pendudukkan. Kerugian demi kerugian dialami oleh pihak VOC dalam menanamkan eksipansinya. Belum lagi penghianatan dari pihak-pihak kerajaan terhadap perjanjian-perjanjian, tentu saja membuat VOC kelabakan.

Jadi bagi saya, adalah hal wajar jika Bangsa Belanda melalui VOC, memetik hasil dari apa yang ditanamnya yang telah banyak menyebabkan kerugian. Tapi bagaimanpun, penjajahan tetaplah penjajahan. Didalamnya, eksploitasi besar-besaran terhadap manusia dan alam tidaklah dibenarkan.

Sejarah memang takkan pernah utuh dan selalu akan ada yang terlupa dan dilupakan. Hal tersebut juga tentu tidak mungkin tidak relevan di masa sekarang. Berbagai peristiwa di masa sekarang pun takkan mungkin utuh pada sejarah yang kelak akan dituliskan.

Pada titik tertentu, sejarah yang bisa kita katakan sebagai simbol ketidakutuhan justru akan mampu menjadi satu pemantik bagi bangsa selanjutnya untuk tetap berpikir kritis dan selalu mencari apa itu kebenaran.

About Post Author

Redaksi Samin News

Seputar Informasi Masyarakat Independen
Previous post Raih Penghargaan Pemuda Pelopor Pati, Berkat Dedikasikan Diri Bimbing Anak Sedulur Sikep
Next post Satlantas Polres Pati Bentuk SIM Delivery
Social profiles