Pasal Karet Hantarkan Demokrasi ke Ujung Tanduk

DEWASA ini praktik demokrasi sedang dihadapkan dengan ujian yang besar diberbagai penjuru dunia. Rezim-rezim otokratis kian represif dalam membrangus kebebasan bersuara dan membungkam suara-suara kritis.

Seperti halnya tindakan pemerintah Filipina yang mempidanakan salah satu jurnalis senior dan Pimpinan Reppler setidaknya menjadi penanda praktik pembungkaman kebebasan berpendapat. Demokrasi Filipina di bawah Presiden Rodrigo Duterte memang seperti melompat mundur. Media-media massa yang sering bersuara lantang dalam mengkritik pemerintahan dituduh sebagai agen penyebar hoaks dan pencemaran nama baik.

Dalam hal ini, tentu Filipina bukanlah satu-satunya negara yang membrangus kebebasan berpendapat. Rezim-rezim yang otokratis di Asia cendrung menggunakan Undang-undang sebagai alat untuk membungkam para pengkritik dengan dalih memerangi terorisme dan kejahatan siber.

Para aktivis Hongkong kini juga sedang mengalami tekanan besar. Pemerintah berusaha menghentikan segala bentuk unjuk rasa yang menolak campur tangan mereka ke wilayah itu dengan menerapkan undang-undang keamanan nasional. Aturan ini akan memenjarakan siapa saja yang dianggap membahayakan keamanan nasional, seperti separatisme, subversi, dan terorisme.

Rezim di negara-negara lain juga sedang gencar-gencarnya memanfaatkan regulasi tersebut untuk mengukuhkan kekuasaannya. Kamboja menerbitkan undang-undang siber dan membentuk unit kejahatan siber di kepolisian yang sesungguhnya menjadi alat untuk menekan kebebasan berekspresi dan menyingkirkan oposisi.

Myanmar telah menerbitkan 200 regulasi siber yang membatasi apa yang boleh ditulis secara online, memidanakan “pencemar nama” di media daring, dan menghukum berat para pengkritik. Thailand memanfaatkan pasal penghinaan kerajaan (lese majeste) untuk memenjarakan lawan-lawan politik pemerintah yang menyatakan pendapatnya di media sosial.

Sedangkan Indonesia sendiri juga telah masuk barisan tersebut ketika menerapkan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. SAFEnet, lembaga nirlaba yang telah memantau kebebasan berekspresi, mencatat pasal-pasal karet dalam aturan itu telah digunakan secara masif sejak diundangkan. Pasal yang benyak digunakan adalah pencemaran nama baik dan ujaran kebencian meskipun telah direvisi 2019 lalu.

Jika hal seperti ini terus dibiarkan berjalan secara masif, tentu hal seperti ini jelas akan meruntuhkan demokrasi yang selalu didengungkan setiap saat. Harus diingat, suara kritis bukanlah racun yang akan merusak pembangunan. Dan jika seperti ini terus menerus, bukanlah hal yang berlebihan jika demokrasi dikatakan sedang diujung tanduk..

About Post Author

Redaksi Samin News

Seputar Informasi Masyarakat Independen
Previous post Tiga Perwira Utama Polres Pati Jalani Sertijab
Next post Saluran Keliling Lapangan Stadion Joyokusumo Mulai Dilakukan Pengecoran
Social profiles