Kebijakan Bupati Memindah Pedagang dari Zona Merah Dinilai Sangat Tepat

Suasana di Pusat Kuliner Pati agar mampu memaksimalkan minat pengunjung membutuhkan kesabaran (atas). Pemindahan pedagang dari zona merah ditindaklanjuti dengan penataan fasilitas publik yang maksimal, salah satu di antaranya revitalisasi Alun-alun Simpanglima Pati.(bawah).(Foto:SN/aed)


SAMIN-NEWS.COM SEORANG pemerhati sosial budaya di Pati, Kris Edy menilai kebijakan Bupati Haryanto memindahkan para Pedagang Kaki Lima (PKL), termasuk para penyedia jasa mainan dari lokasi hak publik di zona merah sudah tepat dan sangat bijaksana. Tujuannya pun jelas, bukan karena keinginan melainkan kebutuhan.
Kebijakan dimaksud endingnya agar hak publik di zona merah tidak semakin sengkarut/terganggu, apalagi pemindahan itu juga diikuti penyediaan fasilitas pengganti yang masih terus menerus diupayakan pemenuhannya. Untuk memenuhi semua fasilitas pendukung tersebut juga menelan biaya miliaran rupiah.
Jika kebijakan Bupati dalam implentasinya hanya asal-asalan atau sekadar, karena semisal hal itu dilakukan juga tidak ada dasar hukum yang dilanggar. Karena kebijakan itu tetap ”memanusiakan” para pedagang, maka tidak hanya sekadar asal gusur tapi mereka benar-benar dihormati dan diutamakan kepentingannya.
Hanya karena urusan pihak tertentu berkait hal perubahan omset berjualan per hari mereka, memang membutuhkan kesabaran dan proses yang tidak semudah membalik telapak tangan. ”Sehingga masalah proses tersebut harus benar-benar mendapat perhatian lebih, karena merupakan bagian dari penjabaran dan pelaksanaan kebijakan tersebut,”ujarnya.
Hal itu bisa dilakukan, masih kata dia, semisal dengan memberikan informasi kepada pengendara dari luar kota berupa pemasangan baliho pusat kuliner, pintu gerbang yang mencolok, dan situs di Google map tentang keberadaan pusat kuliner tersebut, serta bentuk-bentuk informasi/promosi lainnya. Dengan demikian, secara bertahaopa urusan apa pun tentang duniawi membutuhkan proses.
Sebab, dunia memang milik para penyabar yang tidak pernah berhenti dalam berproses. Karena itu jika masih muncul suara-suara tentang pemindahan pedagang menyengsarakan orang kecil , jelas sebuah alasan, tesis. Karena bisa jadi, itu hanya taktik populis untuk menjajah/bahkan okupasi (pendudukan ruang publik) di zona merah.
Coba misalnya sekarang kita balik (antitesis) dengan pertanyaan kepada mereka, ”Bolehkan di depan rumah hak miliknya (kekayaan hasil berjualan selama puluhan tahun di Alun-alun maupun di sepanjang pinggir jalan raya) kemudian halaman rumahnya atau badan jalan di kampungnya digunakan berjualan pedagang lain. Atau dimanfaatkan untuk area parkir orang lain setiap hari dengan hanya membayar retribusi desa?”
Dampak dari itu jalan atau halaman rumah mereka menjadi tersendat arus lalu lintas maupun mobilitas sosialnya. Jawabannya pasti, 100 persen mereka mengatakan, ”tidak boleh.” Bahkan bisa jadi yang mereka lakukan langsung mengusir pedagang yang berjualan itu karena dirasakan mengganggu jalan atau halaman depan rumahnya.(Ki Samin)

About Post Author

Redaksi Samin News

Seputar Informasi Masyarakat Independen
Previous post Menjelang lebaran banyak sms palsu menawarkan jabatan atas nama Pejabat.
Next post Berbagi dalam Kebersamaan Untuk Berbuka Puasa
Social profiles