Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan; Rela Duduk Bersimpuh di Bawah Sound System

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati, Winarto (no 1 dari kiri) didampingi Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan, Paryanto, rela duduk bersimpuh tanpa alas untuk melihat dari dekat peserta didik dari SMP 2 Kayen bermain ketoprak, di Pusat Kuliner Pati, Sabtu (16/2) malam lalu.(atas). Salah satu adegan dalam cerita Wedana Yuyu Rumpung yang dimainkan siswa/siswi SMP tersebut.(Foto:SN/aed)


SAMIN-NEWS.COM  HADIR dan rela duduk bersila di antara ”sound system” dan berjubelnya penonton, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabuoaten Pati, Winarto tak sedikit pun merasa jengah. Hal itu berlangsung Sabtu (16/2) malam lalu, saat peserta didik dari SMP 2 Kayen, Pati memainkan kesenian panggung, ketoprak di lokasi Pusat Kuliner Pati.
Pementasan kesenian tradisional yang kini tumbuh dan berkembang subur dan menjadi salah satu hiburan pilihan masyarakat setempat, sejak satu tahun terakhir ini terus dikembangkan oleh Bidang Kebudayaan organisasi perangkat daerah (OPD).yang bersangkutan. Upaya tersebut, di antaranya melalui program Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS).
Salah satu kesenian tradusional yang menjadi objek garapan dalam gerakan itu, adalah ketoprak, dan kebetulan malam itu pementasan yang digelar SMP 2 Kayen, merupakan paket promosi yang menjadi programn tayangan salah satu stasiun televisi di Jakarta. Selain itu sekitar April mendatang grup kegtoprak pelajar asal Kayen, Pati ini juga mendapat giliran mewakili Kabupaten Pati untuk unjuk kebolehan tampil di Anjungan Jawa Tengah TMII Jakarta.
Karena itu, sejak awal pertunjukan dimulai pukul 20.00, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sudah berada di lokasi. Malam itu pula secara bersamaan Forum Wartawan OPati (FWP) juga menggelar jenis hiburan yang sama dalam memeriahkan peringatan Hari Pers Nasional (HPN) Tahun 2019.
 Sedangkan ketoprak yang dimainkan para pelajar SMP tersebut malam itu membesut cerita tutur yang secara turun temurun diamini oleh masyarakat Pati, yaitu berlangsungnya dua pusat pemerintahan dua kadipaten. Masing-masing Kadipaten Carangsoko dan Kadipaten Paranggaruda, di mana Adipati kadipaten yang disebut terakhir, Gurdapati mempunyai putra tunggal yang kondisinya jika daloam dunia pewayangan digambarkan seperri Lesmono Mondrokumoro.
Nama putra Adipati itu disebut-sebut sebagai Josari dengan tambahan gelar ”Menak” yang sedang gandrung puytri Adipati Carangsoko, Puspo Handumjoyo yang bernama Rayung Wulan. Dalam kondisi cacat fisik dan sedikit keterbelakangan mental, maka saat pinangan dilakukan Rayung Wulan pun mengajukan syarat  agar dimeriahkan dengan pertunjukan wayang kulit yang ayangnya bisa berjalan sendiri.
Diutuslah orang kepercayaan Adipati Oaranggaruda, yaitu seorang penewu (Wedana) Kemaguan, yaitu Yuyu Rumpung untuk mencari dalang yang mempunyai kemam;puan lebih. Dalang tersebut tak lain Siponyono, dan  ketika pertunjukan wayang tengah berlangsung lampu ”blencong” untuk penerangan dalam pertunjukan tersebut tiba-tiba terkena sabetan mayang, sehingga padam seketika.
Padamnya lamopu itu dimanfaatkan oleh outru Rayung Wulan yang ternyata tertarik akan ketampanan Dalang Soponyono, langsung diajaknya berlari meninggalkan tempat tersebut. Karena itu perang antardua kadipaten pun tak bisa dihindari, dan Wedana Yuyu  Rumpung sebagai senopati perang Kadipaten Paranggarudo dengan Kadipaten Carangsoko.(Ki Samin)  

About Post Author

Redaksi Samin News

Seputar Informasi Masyarakat Independen
Previous post Perbaikan Ekor Replika Ikan Bandeng yang ”Ditekuk” Terpaan Angin Butuh Waktu Sepekan
Next post Bagian Ekor Replika Ikan Bandeng yang Bengkok ”Ditekuk” Terpaan Angin Mulai Diluruskan
Social profiles