Klenteng Hok Tik Bio Selenggarakan Sembahyangan Tiong Chiu Phia

Ketua Umum Klenteng se-Kabupaten Pati, Eddy Siswanto melakukan ritual sembahyangan di Klenteng Hok Tik Bio Pati dan membagikan kue bulan usai ritual Tiong Chiu Phia 15 Pwe  Gwee 2569 Imlek, hari ini di klenteng tersebut.(Foto:SN/aed)


SAMIN-NEWS.COM PATI-Tradisi leluhur Suku Bangsa Tionghoa yang sudah menjadi bagian anak bangsa di republik ini, ternyata tidak lekang oleh waktu dan lapuk oleh zaman. Bersamaan dimulainya pelaksanaan kampanye Pemilu 2019, maka Klenetng Hok Tik Bio di Kompleks Pecinan Pati menggelar ritual Sembahyang Tiong Chiu Phia 15 Pwe Gwee  Tahun 2569 Imlek.
Sembahyangan tersebut, kata Ketua Umum Klenteng se-Kabupaten Pati, Eddy Siswanto, adalah bagian dari ritual yang hanya berlangsung sekali dalam satu tahun. Tujuannya, adalah memohon dan mendoakan keselamatan untuk seluruh komponen anak bangsa, agar tetap mendapat perlindungan dari-Nya serta tetap dalam koridor bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Jika diimplementasikan dengan kondisi sekarang ini, seluruh komponen anak bangsa tengah bersiap-siap melaksanakan pesta demokrasi lima tahunan. Yakni, penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu untuk memilik pucuk kepemimpinan tertinggi, yaitu Pemilu Presiden sehingga yang harus dilakukan tetap berupaya menciptakan pemilu satu yang bersatu.
Maksudnya, pemilu adalah satu-satu media untuk berdemokratisasi bagi rakyat sebagawi pewaris dan pemilik sah republik ini. Karena itu penyelenggaraannya harus ditunjang dengan kondisi negara yang damai sehingga siapa pun yang merasa dirinya sebagai anak bangsa harus menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa menodai dan menciderai demokratisasi.
Dengan demikian, bagi partai-partai peserta pemilu apa pun partainya, dan apa pun kelompok serta agamanya, tidak pada tempatnya jika harus mencederai kesatuan persatuan seluruh anak bangsa di negeri ini. ”Sebab, pemilu itu hanya alat untuk sebuah proses berdemokrasi sehingga biarkan hak rakyat untuk memilih siapa wakil dan pimpinannya sesuai nurani,”ujarnya.
Karena itu, masih kata Eddy Siswanto, dalam ritual sembahyang tersebut wujud dan kepedulian para leluhur yang diwariskan hingga sekarang, adalah membagi-bagikan kue bulan. Kue bulat tebal dengan isi kacang hijau maupun cokelat tersebut mengandung  filosofi bahwa bulatan bumi yang disebut NKRI ini, adalah menjadi pusat sumber penghidupan bagi seluruh rakyatnya yang penuh dengan kemajemukan itu.
Dengan kata lain, kemajemukan tersebut justru harus bisa mewujudkan kebersamaan dengan apa yang disebut oersatuan dan kesatuan. Sebab, bulatan sebagaimana digambarkan dalam bentuk roti bulan itu tak lain, bahwa hal itu sama saja dengan makanan sebagai sumber  kehidupan dan juga rezeki untuk semua yang pembagiannya sudah barang tentu sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Di sisi lain, bulatan bumi NKRI itu selama ini sudah membingkai persatuan dan kesatuan warganya untuk hidup saling berdampingan dengan toleransi dan kepedulian yang ada pada filosofi Pancasila. Sehingga tidak semestinya, jika dalam pelaksanaan demokratisasi melalui pemilu justru saling gesek, dan saling berbenturan hanya karena beda pilihan.
Sebab, makna dari perbedaan itulah dinamika dalam berdemokratisasi sehingga siapa pun yang mempunyai kepentingan untuk memenangkan proses dalam pemilu ini harus menghalalkan segala cara. ”Karena itu kami tetap mengajak untuk menjaga NKRI dari rongrongan fitnah, saling menghujat, dan saling menista dengan tetap berada dalam bingkai yang bulat dan kuat yang bernama persatuan dan kesatuan,”tandas Eddy Siswanto.(sn) 

About Post Author

Redaksi Samin News

Seputar Informasi Masyarakat Independen
Previous post Bantuan Pangan Nontunai Belum Bisa Dilaksanakan
Next post Proses Pembangunan Tugu Bandeng Raksasa Terus Berlanjut
Social profiles