Pelarangan Alkohol, Aturan atau Sentimen Keagamaan Semata ?

JIKA kita membicarakan mengenai peraturan mengenai penggunaan alkohol, rasanya hal tersebut bukanlah hal baru lagi. Pasalnya bukan hanya dari tahun 2018 dimana RUU pelarangan minuman beralkohol dibuat, jauh lebih lama dari itu saya rasa banyak pihak yang sudah memperjuangkan peraturan ini. Dari yang menginginkan pembatasan secara ketat sampai pelarangan total.

Dalam hal pelarangan minuman beralkohol, setidaknya kita dapat mengindentifikasi dua alasan yang melatarbelakangi ide dasar munculnya peraturan tersebut.

Yang pertama terkait jumlah peminum alkohol yang semakin banyak dan seringkali memunculkan masalah-masalah yang merugikan orang lain atau bahkan sampai kepada tindakan yang melanggar hukum.

Atau yang kedua, yakni terkait permasalahan sentimen keagamaan. Seperti kita ketahui bahwa mayoritas masyarakat Indonesia memang memeluk agama Islam yang jelas melarang tindakan tersebut.

Saya tidak akan membahas lebih jauh dari perspektif keagamaan. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa pengonsumsi alkohol tidak bisa disamakan dengan pemabuk.

Sebab, secara prinsip mabuk adalah kondisi kehilangan kesadaran karena konsumsi alkohol yang berlebihan. Konsumsi alkohol dalam takaran terkontrol dapat memberi manfaat. Garis bawahi kata  berlebihan, kita perlu akui bahkan berbicara mengenai konsumsi nasi atau bahkan air putih pun tidak baik ketika berlebihan.

Jika kita mau mencari hasil riset di berbagai jurnal internasional, tentu dengan mudah kita juga akan menemukan sejumlah manfaat alkohol yang dikonsumsi dalam jumlah tertentu.

Padahal jika kita perhatikan, mengenai riset terkait penggunakan alkohol untuk konsumsi sebenarnya tidak jauh lebih berbahaya dengan konsumsi rokok yang sudah kita anggap wajar dalam kebudayaan yang ada selama ini.

Lantas jika mengusulkan pelarangan minuman beralkohol di ruang publik atau tempat-tempat lainnya, beranikah mengusulkan hal yang sama pada rokok? Supaya tetap berimbang.

Secara pribadi, saya sangat mengapresiasi langkah pemerintah dalam upaya mengontrol konsumsi minuman beralkohol. Pasalnya jika tidak ada regulasi yang jelas, peminum minuman beralkohol pada kenyataannya memang seringkali tidak bertanggung jawab dan melakukan hal-hal yang merugikan orang lain.

Tindakan merugikan dan melanggar hukum karena alasan apapun tidak dibenarkan, termasuk ketika seseorang sedang tidak bisa menguasai diri karena mabuk. Bahkan dengan alasan membela kebenaran sekalipun tidak dibenarkan. Kebenaran tidak lagi menjadi kebenaran ketika dibela melalui cara yang tidak benar.

Namun, saya sendiri sangat kurang setuju jika aturan yang sedang disiapkan dipukul rata kepada seluruh warga negara Indonesia. Sebab, di beberapa kebudayaan tertentu di Indonesia, keberadaan alkohol sangat kental dengan kehidupan masyarakat Indonesia.

Oleh sebab itu, tentu perlu adanya kajian yang lebih mendalam dalam urusan pelarangan minuman beralkohol. Tentu sangat tidak bijak jika sebuah peraturan hanya terlahir dari sentimen salah satu agama tertentu.

Karena seperti kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang plural dengan bermacam agama dan kekayaan khasanah kebudayaannya. Kita tentu tidak ingin dicap sebagai negara yang hanya memfasilitasi kepentingan kelompok-kelompok tertentu seperti sentiman keagamaan misalnya.

Yahhh, yang penting ada niat baik dulu dari pemerintah untuk mengontrol para peminum yang tidak bertanggungjawab. Urusan tindak lanjut, tinggal kita lihat saja perkembangannnya.

About Post Author

Redaksi Samin News

Seputar Informasi Masyarakat Independen
Previous post Jumlah Pemohon AK1 Naik Empat Kali Lipat
Next post Ujung Pertigaan ke Jalan Tambat Kapal Dibuka Setelah Dilakukan Tes Beton
Social profiles