Eksistensi Gerakan Antivaksin di Tengah Pandemi

APA yang dulu sering kali saya hadapi di desa yang saat itu saya anggap sebagai keputusan ‘bodoh’ ketika melihat beberapa orang menolak imunisasi anak mereka ternyata bukanlah perkara baru, anti vaksin ternyata adalah sebuah gerakan yang sudah lama ada diseluruh dunia.

Meski bahaya pandemi ini telah diakui secara universal, kaum antivaksin bisa saja tidak bergeming. Salah satu sebabnya ialah penolakan terhadap sains, tentu penuh bumbu konspirasi, yang terus-menerus dilancarkan oleh selebritas berkeyakinan serupa.

Gerakan antivaksin ini diperkirakan sudah ada semenjak abad ke-18, gerakan antivaksin berkembang secara masif dalam beberapa tahun terakhir. Gerakan ini dipengaruhi oleh penelitian Andrew Wakefield, yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara vaksin MMR (Mumps Measles Rubella) dengan autisme pada anak-anak. Tentu ia telah berulang kali dibantah oleh temuan-temuan yang lebih mutakhir, namun bantahan itu tak punya gaung dalam kepala orang-orang yang telanjur percaya.

Salah satu antropolog kesehatan dari McMaster University Canada, menyebutkan bahwa masifnya gerakan ini sangat dipengaruhi oleh berkembangnya informasi yang salah mengenai vaksin yang menyebar di internet dan jejaring sosial.

Bahkan beberapa selebritas dunia juga menyatakan sikapnya sebagai antivaksin secara jelas. Salah satunya adalah atlet tenis Novac Djokovic, aktor Jim Carrey, serta rapper asal Inggris M.I.A. Di Indonesia, yang terbaru, pandangan itu bertebaran dalam video podcast  pesulap Deddy Corbuzier dan rapper Young Lex. Dengan lagak “kritis,” mereka mencurigai bahwa ada konspirasi di balik pengembangan vaksin COVID-19.

Sebuah survei dari Vaccine Confidence Project (VCP) menyebutkan Sebuah survei di Perancis yang 33% populasinya menganggap vaksin tidak aman–menemukan hanya 18% responden yang akan menolak vaksin COVID-19. Di Inggris, hanya 5% penduduk yang menolak vaksin, jumlah ini menurun dari 7% pada pertengahan Maret karena peningkatan angka kematian terkait pandemi. Di Indonesia, sebuah studi menunjukkan penolakan terhadap vaksin menurun drastis setelah pandemi datang. Perbedaannya bisa mencapai 37% dibandingkan sebelum itu.

Yahh, apapun itu gerakan antivaksin saya hanya berharap agar penangkal virus corona segera ditemukan dan kehidupan segera pulih seperti semula…

About Post Author

Redaksi Samin News

Seputar Informasi Masyarakat Independen
Previous post E-Koran Samin News Edisi 24 April 2020
Next post Update Terkini, Daftar PDP Kabupaten Pati Bertambah Tiga Orang
Social profiles