Membumikan Peringatan Hari Jadi Pati; Sebuah Catatan dari Beberapa Tulisan (26)

Di tempat inilah yang disebut-sebut sebagai bekas lokasi pande besi Empu Suwarno, di Dukuh Ngagul, Desa Muktiharjo, Kecamatan Margorejo, Pati.(Foto:SN/aed)


SAMIN-NEWS.COM  KETAJAMAN indera keenam Joko Ganjur yang sepintas seperti isi kepala tidak penuh, tapi bisa membaca tabda-tanda alam akan terjadinya suatu peristiwa besar di mana seorang pembesar akan menghadapi hal besar tapi tidak bisa di atasinya. Karena itu, pembesar yang bersangkutan akan datang minta bantuan kepada bapaknya untuk membantu mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi.
Jika bapaknya benar-benar mau membantu, maka harus bisa memiliki pusaja paling ampuh yang bahannya sejenis besi ”pulosani.” Sehingga juga bukan sembarang besi, melainkan dari gumpalan lidah seekor naga, sehingga apa yang disampaikan putranya itu membuat berhari-hari Empu Suwarno harus berpikir keras untuk memecahkan teka-teki ini.
Karena belum juga bisa memecahkan apa yang disampaikann Joko Ganjur, maka putranya itu memberikan petunjuk bahwa untuk membuat pusaka keris tersebut bahannya ada pada kakaknya, Joko Sarudali. Yakni, apalagi jika tidak bagian dari lidah kakaknya yang dengan terpaksa harus dipotong untuk dijadikan keris pusaka tersebut.
Betapa terkejutnya orang tua itu ketika mendengar penjelasan putra bungsunya, dan sudah barang tentu Empu Suwarno tidak sampai hati menyakiti putranya yang kondisi fisiknya sudah tidak sebagaimana layaknya. Akan tetapi, dia juga tidak bisa mengabaikan apa yang menjadi saran dan petunjuk Ganjur, maka bapak, ibu dan anak itu pun harus menuju ke Arga Jembangan.
Ternyata di depan putranya, orang tua itu tidak mamou mengucapkan sepatah kata pun berkait dengan kedatangannya. Kendati dengan berbicara sepotong-sepotong sulit ditangkap apa maksudnya, tapi kakaknya Joko Sarudali bisa memahami apa yang disampaikan adiknya, sehingga tanpa wsedikit pun rasa keberatan Sarudali meminta bapaknya untuk segera memotong lidahnya demi tujuan kemaslahatan menolong setiap orang.
Betapa terkejutnya orang tua itu, begitu lidah putranya berhasil dipotong ternyata sedikit pun tidak mengucurkan darah. Lebih terkejut lagi, lidah yang panjangnya sekitar satu jengkal tersebut setelah lepas berubah menjadi keras dalam bentuk lempengan seperti lempengan besi, dan menurut Joko Ganjur benda itulah yang harus dijadikan bahan membuat keris pusaka.
Syaratnya selama pembuatan keris pusaka itu berlangsung, bapaknya tidak boleh mendengar atau menjawab pembicaraan apa pun oleh siapa pun yang datang ke tempat pandenya. Dengan kata lain, Empu Suwarno harus menutup rapa-rapat pendengarannya oleh suara apa saja dan cara itu dikenal dengan sebutan ”tapa mbudeg.” 
Untuk menghindari agar konsaentrasinya tidak terganggu oleh orang-orang yang datang memperbaiki perkakas pertniannya, maka Suwarno pun membuat tempat pande baru. Selama hampir 40 hari lelaki itu konsentrasi penuh mempersiapkan  keris pusaka yang dibuatnya, sampalah datang rombongan pembesar Pati, Kembang Joyo yang mmeinta bantuan atas peristiwa makar yang dilakukan Empu Sumali.
Beruntung bertepatan dengan itu, pembuatan keris pusaka tersebut sudah tuntas sehingga dia pun mengakhiri ”tapa mbudeg”-nya. Karena itu keris pusaka tersebut pun diberi nama ”Keris Budeg Pati, karena bersamaan kedatangan pembesar Pati (bersambung)

About Post Author

Redaksi Samin News

Seputar Informasi Masyarakat Independen
Previous post Bertahun-tahun dibiarkan Mangkrak Tak Terurus
Next post Semua Tiba Saatnya
Social profiles