Pati Selenggarakan Ruwatan Massal di TMII

Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati, Paryanto.(Foto:SN/aed)


SAMIN-NEWS.COM PATI – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Badan Penghubung dan Pemerintah Kabupaten Pati bersam Peguyuban Jawa Tengah dalam menyambut datangnya 1 Muharram (1 Sura) 1440 H tengah mempersiapkan penyelenggaraan Ruwatan Massal. Tepatnya, Senin (10/9) mulai pukul 13.00 s/d pukul 16.00.
Untuk pelaksanaan acara ritual yang menjadi bagian dari tradisi budaya Jawa tersebut mengambil tempat di Anjungan Jawa Tengah, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta. Karena malam harinya, penyelenggaraan ritual budaya tersebut dirangkai dengan Pergelaran Wayang Kulit semalam suntuk mengambil cerita Banjaran Seno (Seno Tanding) oleh dalang asal Pati Ki Muharso Guno Carito.
Karena itu, kata Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan KabupatenD Pati, Paryanto, yang diharuskan hadir adalaj seluruh jajaran pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD), staf ahli, para asisten sekdad, unsur pimpinan DPRD dan Komisi D. Sebab, salah satu bidang tugas anggota komisi DPRD yang bersangkutan menyangkut masalah pendidikan.
Dengan demikian, unsur budaya pun menjadi tanggung jawab mereka sehingga peraturan daerah (Perda) berkait masalah kebudayaan daerah pun masih dirumuskan. ”Akan tetapi, untuk ruatan ini sudah menjadi bagian budaya masyarakat Jawa yang oleh sebagain masyarakat tetap diuri-uri hingga sekarang,”ujarnya.
Sebab, madih kata dia, budaya tradisi ruwatan itu bukanlah berkait hal-hal mistik melainkan benar-benar bertyujuan, di mana seseorang yang karena sesuatu hal dalam kehidupannya menjadi bagian penyandang sukerta atau dengan kata lain orang penyanfang ini adalah sama saja dengan orang panas. Bahkan sepanjang kehidupannya selalu diwarnai dengan kesialan demi keseialan, sehingga pada diri mereka harus dibersihkan dengan cara diruwat.
Penyandang sukerta  ini biasanya terbawa sejak anak-anak yang karena kelahirannya sebagai anak tunggal (ontang-anting) bagi yang laki-laki, dan yang perempuan disebut unting-unting. Anak dengan status kelahiran ini, dalam kehdupannya akan selalu menjadi mangsa Bethara Kala, sehingga salah satu rangkaian prosesi untuk meruwatnya harus diseretai penyelenggaraan pertunjukan wayang kulit dengan lakon Murwakala.
Ada anak yang dengan status kelahiran kembar laki-laki yang disebut kedana-kedini, atau kebar tiga dengan status satu laki-laki, satu perempuan, dan satu laki-laki atau sendang kapit pancuran maupu n sebaliknya. Selebihnya ada pula dalam satu keluarga lima anaknya laki-laki semua atau Pendawa Lima, atau anak yang sejak lahir rambutnya tidak pernah diptong (bajang).
Selebihnya ada pula anak yang dilahirkan bersama terbitnya matahari pagi, anak ini dikenal dengan sebutan Julung Wangi, dan anak yang dilahirkan bersamaan dengan dengan terbenamnya matahari (Julung Pujud), semua status kelahiran anak dengan sebutan kitu harus diruwat. ”Yakni, dibwrsihkan dari sukerta, dan masih banyak anak-anak dengan status kelahiran lainnya yang disebut sebagai anak-anak panas,”imbuh Paryanto.(sn)

About Post Author

Redaksi Samin News

Seputar Informasi Masyarakat Independen
Previous post Sejarah Kelam Suku Bangsa Tionghoa Jauh Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan. Disarikan Kembali dari Beberapa Sumber oleh Eddy Siswanto (Ong Tjwan Swie)
Next post K3 PT Sinar Indah Kertas Siap Tanggulangi Kebakaran di Lingkungannya
Social profiles