Membumikan Peringatan Hari Jadi Pati; Sebuah Catatan dari Beberapa Tulisan (22)

Kondisi Situs Genuk Kemiri saat ini (atas) dan bagan silsilah para penguasa Pati dari zaman-ke zaman (bawah).(Foto:SN/aed)


SAMIN-NEWS.COM AWAL berpayah-payah tak mengenal lelah pun dimulai Kembang Joyo dan Dalang Soponyono bersama para pengikutnya yang  harus dilakukan berbulan-bulan, untuk membabat Alas Randu Gumbolo. Bahkan selama gotong-royong itu berlangsung, tak jarang muncul kejadian-kejadian yang memilukan, kebanyakan yang sering terdengar adalah suara tangisan menyayat, kadang tangis seorang perempuan brrsama anak-anaknya.
Hal itu menjadi sajian rutin di tengah malam saat para rombongan pembuka alas itu tengah tertidur dengan lelapnya, sehingga kedua anak muda itu pun harus terus berupaya mengendalikan kondisi yang memang luar biasa itu bagi yang tak biasa menghadapinya. Semua itu, hanyalah ulah para demit yang merasa terganggu dan terusik dengan kehadiran makhluk lain, manusia.
Akibatnya, kehidupan mereka yang semula merasa tentram menjadi tak nyaman karena semuanya dirasakan panas. Apalagi, pepohonan yang berhasil ditebang hanya diambil yang paling baik, karena nanti hars digunakan untuk membangun tempat tinggal, termasuk daun rembulung juga harus dipersiapkan maksimal sebagai atap.
Akan tetapi berkat kekuatan lebih yang dimiliki kedua anak muda tersebut, rombongan pembuka alas semuanya masih dalam keadaan terjaga dengan baik, lebih-lebih kesehatannya. Sampai pada akhirnya mereka harus menghadapi hal di luar nalar yang sulit diterima akal waras, karena pohoin randu alas besar yang ternyata tak bisa dirobohkan dengan cara ditebang menggunakan perkakas biasa.
Tidak hanya Kembang Joyo, tapi Dalang Soponyono yang mencobanya dengan ”wadung” pun pohon itu tak mempan sedikit pun. Sehingga pohon besar itu dipastikan memang sebagai sitananya para demiit, padahal pohon tersebut harus bisa dirobohkan karena jika tidak hal itu akan sangat mengganggu saat nanti harus menatanya sebagai pusat pemerintahan yang sudah barang tentu membutuhkan banyak kelengkapan sarana dan prasarana.
Karena upaya kedua anak muda ini sudah menjadi bagian dari apa yang harus dituturkan dalam cerita secara turun-temurun, akhirnya melalui berbagai cara akhirnya di mana ada kemauan di situ pasti ada jalan. Suatu saat datanglah seorang lelaki oaruh baya yang menyatakan diri dengan sukarela untuk membantu, tapi datangnya bantuan cuma-cuma bagi Kembang Joyo tetaplah harus diikuti dengan pemberian sebagai ”sesulih”-nya.
Sebab, lelaki itu menyatakan sanggup untuk merobohkan pohon besar dan pohon-pohon lainnya yang menjadi sarang dan istana para demit. Lelaki itu mengaku berasal dari Klaling di kawasan Gunung Pati ayam, dan menyebutnya diri sebagai seorang ”Empu”, yaitu Empu Sumali yang mempunyai kakak seperguruan, Empu Suwarno,di Rondole yang dalam cerita tutur belakangan di kawasan itu muncul lagi di kawasan itu sebagai Ngagul.
Atas kesanggupan yang bersangkutan, jika pusat pemerintahan bisa di bangun di bekas alas yang memang banyak ditumbuhi pula pohon kemiri, maka orang tersebut tetap akan diberikan hadiah yang berdasarkan penerawangan Kembang Joyo namanya wilayah ”Bumi Bothak Kulon Negara.” Ancar-ancar lokasi bumi tersebut, adalah di seputaran Gunung Bedah, masuk Desa Ngawen yang masih berada di kawasan Lereng Patiayam (bersambung)

About Post Author

Redaksi Samin News

Seputar Informasi Masyarakat Independen
Previous post Puluhan Perijinan Akan Dibuat 1 Gedung
Next post Strategi Memenangkan Perkara PTUN Barang Dan Jasa diPemerintah.
Social profiles